EconoIdea Indonesia JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi India diproyeksikan melambat menjadi 6,3 persen pada tahun 2025, sedikit menurun dari angka sebelumnya yang mencapai 6,6 persen. Kendati demikian, India tetap menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.
Proyeksi ini disampaikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam laporan World Economic Situation and Prospects edisi pertengahan 2025.
Penurunan ini terjadi setelah India mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,1 persen pada tahun 2024. Meskipun mengalami perlambatan, ekonomi India tetap terdongkrak oleh konsumsi domestik yang kuat dan belanja pemerintah yang stabil. Bahkan, proyeksi pertumbuhan untuk tahun 2026 sedikit meningkat menjadi 6,4 persen.
“India masih menjadi salah satu ekonomi terbesar dengan pertumbuhan tercepat, ditopang oleh konsumsi swasta yang solid dan investasi publik, meskipun proyeksi pertumbuhannya direvisi menjadi 6,3 persen pada tahun 2025,” ungkap Ingo Pitterle dari UN DESA, seperti dikutip Economic Times, Sabtu (17/5/2025).
1. Ekspor jasa dan investasi publik jadi penopang utama
Pertumbuhan ekonomi India ditunjang oleh konsumsi rumah tangga yang tinggi, ekspor jasa yang tangguh, dan investasi publik yang berkelanjutan. Faktor-faktor ini menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan ekonomi global. Akan tetapi, sektor ekspor barang India menghadapi tantangan akibat kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat (AS). Meskipun beberapa sektor seperti farmasi, elektronik, semikonduktor, energi, dan tembaga masih mendapatkan pengecualian, status tersebut bersifat sementara.
Di sisi lain, tingkat pengangguran di India tetap terjaga selama kondisi ekonomi relatif stabil. Namun, kesenjangan gender di pasar kerja masih menjadi perhatian serius. Laporan PBB menyoroti perlunya peningkatan inklusivitas untuk mendorong partisipasi perempuan dalam angkatan kerja.
2. Inflasi dan suku bunga mulai melandai
Inflasi di India diperkirakan melambat dari 4,9 persen pada tahun 2024 menjadi 4,3 persen pada tahun 2025, masih berada dalam target bank sentral India. Kondisi ini memungkinkan pelonggaran kebijakan moneter setelah periode pengetatan yang cukup panjang. Bank sentral India mempertahankan suku bunga acuan di level 6,5 persen sejak Februari 2023, namun mulai menurunkannya pada Februari 2025 sebagai respons terhadap inflasi yang terkendali.
Inflasi yang stabil dan kebijakan moneter yang akomodatif menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pemulihan ekonomi, memberikan keunggulan bagi India dibandingkan banyak negara berkembang lainnya yang masih menghadapi tekanan inflasi yang signifikan.
3. Perekonomian global tertekan, risiko menyebar
Secara global, PBB memperingatkan bahwa ekonomi dunia sedang menghadapi situasi yang penuh tantangan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 diturunkan menjadi 2,4 persen dari 2,9 persen tahun sebelumnya. Ketegangan perdagangan dan ketidakpastian kebijakan menjadi faktor utama penyebab perlambatan ini, seperti yang dikutip dari The Times of India, Minggu (17/5).
“Ini adalah periode yang penuh kekhawatiran bagi ekonomi global. Pada Januari lalu, kami memproyeksikan pertumbuhan selama dua tahun ke depan, meskipun di bawah rata-rata, dan sejak saat itu, prospek telah merosot, disertai dengan volatilitas yang signifikan di berbagai sektor,” jelas Shantanu Mukherjee dari UN DESA.
PBB menyebutkan bahwa peningkatan tarif dari AS berpotensi meningkatkan biaya produksi dan mengganggu rantai pasokan global. Ketidakpastian ini juga mendorong perusahaan untuk menunda atau mengurangi investasi penting. Situasi ini diperparah oleh tingginya beban utang dan produktivitas yang stagnan di banyak negara.
Negara-negara seperti AS, China, Brasil, dan Meksiko diperkirakan akan mengalami perlambatan ekonomi yang signifikan. Sementara itu, negara-negara berkembang yang paling rentan menghadapi risiko peningkatan tekanan utang dan penurunan pendapatan ekspor.