Istilah akad istishna’ mungkin terdengar asing bagi sebagian orang. Namun, istilah ini sering dijumpai dalam transaksi keuangan syariah. Lalu, apa sebenarnya pengertian akad istishna’?
Berikut penjelasan lengkapnya.
1. Pengertian Istishna
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendefinisikan istishna’ sebagai perjanjian jual beli barang yang pembuatannya dipesan terlebih dahulu, dengan spesifikasi dan persyaratan yang disepakati bersama, serta pembayaran sesuai kesepakatan.
Dalam lembaga keuangan syariah, istishna’ merupakan akad pemesanan barang antara pemesan (pihak pertama) dan produsen (pihak kedua).
Pemesan memiliki kriteria tertentu untuk barang yang dipesannya. Singkatnya, produsen wajib membuat barang pesanan sesuai keinginan pemesan.
Praktik akad istishna’ telah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Terdapat riwayat yang menceritakan Rasulullah memesan cincin perak, yang merupakan contoh akad istishna’.
Sejak saat itu, ulama sepakat mengategorikan akad istishna’ sebagai transaksi perdagangan yang sesuai syariat Islam.
Istishna’ adalah akad jual beli berupa pemesanan pembuatan barang spesifik dengan kriteria dan syarat yang disetujui bersama antara pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’).
Istishna’ paralel adalah bentuk akad istishna’ di mana penjual (shani’) memerlukan pihak lain untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan (mustashni’).
Pembiayaan istishna’ adalah penyediaan dana dari bank kepada nasabah untuk membeli barang sesuai pesanan, dengan harga jual yang telah disepakati, termasuk keuntungan bank.
2. Syarat-syarat Akad Istishna
Beberapa syarat akad istishna’, antara lain:
- Kriteria barang harus disepakati di awal untuk menghindari perselisihan setelah barang selesai dibuat. Deskripsi barang harus jelas dan rinci.
- Barang yang dipesan tidak terbatas. Meskipun ada pendapat yang menyatakan bahwa barang yang diperbolehkan hanya barang yang telah lazim diperdagangkan dengan akad istishna’, pendapat ini tidak kuat karena tidak ada batasan dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
- Waktu penyerahan barang tidak ditentukan. Jika ditentukan, akad akan berubah menjadi akad salam. Namun, hal ini masih diperdebatkan para ulama, dan secara umum penentuan waktu penyerahan diperbolehkan.
3. Contoh Transaksi dengan Akad Istishna
Akad istishna’ adalah pemesanan produk kepada produsen. Mungkin sekilas terdengar hanya berlaku untuk barang kerajinan, namun kenyataannya banyak transaksi yang termasuk istishna’, di antaranya:
- Pakaian. Pemesanan pakaian kustom, misalnya baju kaos dengan desain tertentu untuk sejumlah orang.
- Rumah. Pemesanan rumah sesuai keinginan individu, misalnya rumah minimalis dengan spesifikasi tertentu, termasuk pembiayaan KPR syariah.
- Sepatu. Pemesanan sepatu dengan ukuran yang langka di pasaran kepada tukang sepatu, sesuai prinsip syariat Islam.
4. Mekanisme Pembayaran Istishna
Mekanisme pembayaran istishna’ harus disepakati dalam akad dan dapat dilakukan dengan beberapa cara:
- Pembayaran penuh atau sebagian di muka, setelah akad tetapi sebelum pembuatan barang.
- Pembayaran saat penyerahan barang atau bertahap selama proses pembuatan, sesuai progres.
- Pembayaran ditangguhkan setelah penyerahan barang.
- Kombinasi dari cara-cara di atas.
5. Hal yang Dapat Membatalkan Istishna’
Akad istishna’ pada dasarnya tidak dapat dibatalkan, kecuali dalam kondisi berikut:
- Kedua belah pihak sepakat untuk membatalkannya.
- Akad batal demi hukum karena adanya kondisi hukum yang menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
6. Hal-hal yang Harus Diungkapkan dalam Istishna’
Beberapa hal yang perlu diungkapkan dalam akad istishna’, antara lain:
- Rincian piutang istishna’ berdasarkan jangka waktu, jumlah, jenis valuta, kualitas piutang, dan penyisihan penghapusan aset piutang istishna’.
- Jumlah piutang istishna’ yang diberikan kepada pihak yang berelasi.
- Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengakuan pendapatan, penyisihan penghapusan aset, penghapusan, dan penanganan piutang istishna’ yang bermasalah.
- Besarnya piutang istishna’, jika ada, yang dibiayai sendiri atau bersama bank dengan pihak lain, termasuk bagian pembiayaan bank.
- Jumlah akumulasi biaya atas kontrak berjalan, serta pendapatan dan keuntungan hingga akhir periode berjalan.
- Jumlah sisa kontrak yang belum selesai berdasarkan spesifikasi dan syarat kontrak.
- Nilai kontrak istishna’ paralel yang berjalan dan rentang periode pelaksanaannya.
- Nilai kontrak istishna’ yang telah ditandatangani bank selama periode berjalan tetapi belum dilaksanakan, dan rentang periode pelaksanaannya.
- Utang istishna’ kepada nasabah yang merupakan pihak berelasi.
- Jenis dan kuantitas barang pesanan.
- Rincian utang istishna’ berdasarkan jumlah, jangka waktu, tujuan (supplier atau nasabah), dan jenis mata uang.