EconoIdea Indonesia JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berupaya meningkatkan pemanfaatan etanol sebagai bahan bakar nabati. Untuk mencapai hal ini, Kementerian ESDM tengah melakukan negosiasi intensif dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) guna menurunkan tarif cukai etanol.
“Kami telah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan. Etanol sebagai bahan bakar berbeda dengan alkohol untuk minuman,” jelas Yuliot saat ditemui di Kantor ESDM, Jumat (16/05).
Pihaknya juga berencana menyederhanakan proses perizinan bagi perusahaan produsen etanol untuk bahan bakar.
“Kami akan melakukan simplifikasi proses perizinan perusahaan dan pengenaan cukai, khususnya jika etanol digunakan sebagai bahan bakar,” tambahnya.
Kementerian ESDM Targetkan Mandatori Bioetanol 5% Berlaku Mulai Tahun 2026
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa cukai etanol turut meningkatkan harga jual bioetanol, membuatnya lebih mahal dibandingkan bahan bakar konvensional.
“Harga bio-etanol saat ini berkisar Rp 13.000 – Rp 14.000 (per liter). Idealnya, harga bisa ditekan di bawah Rp 10.000,” ungkap Eniya.
Menurut Eniya, harga bioetanol yang kompetitif dengan Pertalite akan mendorong peralihan masyarakat ke bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
Salah satu upaya menekan harga adalah dengan menghapus cukai etanol. Eniya menambahkan, cukai tersebut mengakibatkan kenaikan harga jual bioetanol hingga Rp 1.000 per liter.
Kementerian ESDM Tetapkan HIP BBN Bioetanol Desember 2024 Rp 13.725 Per Liter
Kementerian ESDM menargetkan penerapan mandatori bioetanol 5% (E5) dalam campuran BBM pada tahun 2026.
“Tahun 2026, karena tahun 2025 sudah hampir berakhir,” kata Eniya.
Lebih lanjut, Eniya menjelaskan bahwa pengembangan E5 akan dimulai secara bertahap di wilayah Jawa.
“Secara regional, Jawa menjadi prioritas, khususnya Jawa Timur dan Jawa Tengah, karena distribusi etanol lebih mudah di wilayah tersebut,” imbuhnya.