Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Tim teknis merekomendasikan perangkat dengan sistem operasi Windows, namun Kemendikbudristek justru memilih Chrome OS.
Mungkinkah Chromebook beralih dari Chrome OS ke Windows? Tidak. Baik Google (pengembang Chrome OS) maupun Microsoft (pengembang Windows) tidak menyediakan dukungan resmi untuk migrasi sistem operasi ini.
“Chrome OS dirancang dan dioptimalkan untuk perangkat keras Chromebook. Instalasi sistem operasi lain seperti Windows tidak didukung dan dapat mengakibatkan kinerja yang buruk,” demikian pernyataan Google di situs tanya jawabnya.
Berikut perbedaan Chrome OS dan Windows OS, berdasarkan informasi resmi dari Google dan Microsoft:
Chromebook dirancang khusus untuk Chrome OS, menggunakan perangkat keras dan firmware (BIOS/UEFI) yang tidak kompatibel dengan Windows.
Firmware adalah perangkat lunak tertanam dalam perangkat keras, memungkinkan fungsi dan komunikasi dengan perangkat lunak lain. Biasanya disimpan di ROM, mengontrol aspek dasar perangkat keras.
ROM (Read-Only Memory) menyimpan data permanen yang tidak dapat diubah atau dihapus, kecuali jenis tertentu seperti EPROM dan EEPROM. ROM menyimpan instruksi sistem dan software untuk menjalankan perangkat elektronik.
Meskipun beberapa pengguna dan komunitas teknologi telah menemukan cara menginstal Windows di Chromebook, hal ini berisiko, termasuk membuka proteksi firmware dan menghapus Chrome OS. Kesalahan dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada laptop.
Modifikasi tersebut membatalkan garansi. Bahkan jika berhasil, spesifikasi Chromebook yang dirancang untuk Chrome OS (berbasis cloud) akan membuat Windows kurang optimal.
Chrome OS berbasis cloud, sehingga bergantung pada koneksi internet. Namun, tersedia beberapa fitur offline terbatas, seperti membaca dan menulis email (Gmail Offline), membuat catatan (Google Keep), dan mengedit dokumen Google Drive.
Penyidikan Dugaan Korupsi Pengadaan Laptop Chromebook oleh Kejagung
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyatakan penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) menyelidiki dugaan persekongkolan jahat yang mengarahkan tim teknis untuk kajian teknis pengadaan peralatan pendidikan teknologi tahun 2020.
“Agar diarahkan pada penggunaan laptop berbasis Chrome OS,” ujar Harli di Jakarta, Senin (26/5). Penggunaan Chromebook dinilai tidak perlu karena uji coba 1.000 unit pada 2019 oleh Pustekom Kemendikbudristek terbukti tidak efektif.
“Tidak efektif karena berbasis internet, sementara akses internet di Indonesia belum merata,” tambahnya.
Tim teknis merekomendasikan Windows, namun Kemendikbudristek menggantinya dengan studi baru yang merekomendasikan Chrome OS.
Kemendikbudristek pada 2020 merencanakan pengadaan peralatan TIK untuk satuan pendidikan dasar, menengah, dan atas guna pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).
Uji coba 1.000 unit Chromebook oleh Pustekom Kemendikbudristek pada 2018-2019 menemukan kendala, Chromebook hanya efektif dengan jaringan internet yang memadai.
“Kondisi jaringan internet di Indonesia belum merata, sehingga penggunaan Chromebook untuk AKM tidak efektif,” jelas Harli dalam keterangan resmi, Selasa (27/5).
Berdasarkan perbandingan dengan OS lain, tim teknis merekomendasikan Windows dalam kajian pertama. Namun, Kemendikbudristek menggantinya dengan kajian baru yang merekomendasikan Chrome OS. “Diduga penggantian spesifikasi tersebut tidak berdasarkan kebutuhan sebenarnya,” kata Harli.
Harli mengungkapkan adanya persekongkolan untuk mengarahkan tim teknis agar kajian teknis pengadaan TIK mengutamakan laptop dengan Chrome OS, bukan berdasarkan kebutuhan pelaksanaan AKM dan kegiatan belajar mengajar.
Untuk pengadaan TIK satuan pendidikan tahun 2020-2022, Kemendikbudristek menganggarkan Rp 3,5 triliun dan DAK Rp 6,3 triliun. “Total dana untuk pengadaan laptop Chromebook mencapai Rp 9,98 triliun,” kata Harli.