EconoIdea Indonesia – Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) atau suku bunga acuan. Penurunan sebesar 25 basis poin (bps) ini menetapkan suku bunga acuan menjadi 5,50 persen, sebelumnya 5,75 persen.
Pengumuman tersebut disampaikan Gubernur BI, Perry Warjiyo, seusai Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Selasa-Rabu, 20-21 Mei 2025.
Keputusan ini didorong oleh sejumlah sentimen positif, baik domestik maupun global. Salah satu faktor kunci adalah kesepakatan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.
Dalam konferensi pers daring, Rabu (21/5), Perry Warjiyo menjelaskan, “Terjadi kesepakatan antara Amerika Serikat dan Tiongkok untuk menurunkan tarif impor selama 90 hari. Ini indikator positif, mengingat sebelumnya terjadi perang dagang dengan peningkatan tarif secara saling berbalasan.”
Ia menambahkan bahwa kedua negara kini tengah berunding dan menunjukkan kesepakatan untuk penurunan tarif. “Jadi, intinya ada perkembangan positif selama sebulan terakhir setelah RDG bulan lalu,” ujarnya.
Penurunan suku bunga juga dipengaruhi oleh meredanya tekanan terhadap nilai tukar Rupiah akibat pelemahan nilai dolar AS.
Meskipun demikian, Perry mengingatkan bahwa kondisi global masih fluktuatif. Kesepakatan AS-Tiongkok bersifat sementara (90 hari), sehingga kewaspadaan tetap diperlukan.
Sentimen domestik juga berperan, ditandai dengan inflasi Indonesia yang rendah. Perry memprediksi inflasi akhir tahun sekitar 2,6 persen.
Pertumbuhan ekonomi pasca Kuartal I-2025 memang lebih rendah dari Kuartal IV-2025. Oleh karena itu, pemerintah turut mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan mempertimbangkan inflasi rendah dan nilai tukar yang stabil dan cenderung menguat.
“Inilah alasan kami menurunkan suku bunga BI7DRR 25 basis poin. Pertimbangannya: pertama, inflasi rendah; kedua, stabilitas nilai tukar Rupiah terjaga; dan ketiga, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi secara sinergis dengan kebijakan fiskal lainnya,” tutup Perry.