EconoIdea Indonesia – , Jakarta – Rosan Perkasa Roeslani, CEO Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), sedang mengeksplorasi potensi kerja sama strategis dengan BlackRock, raksasa manajemen aset asal Amerika Serikat.
“Kemitraan ini merepresentasikan sinergi antara prioritas pembangunan Indonesia dan kapabilitas global BlackRock dalam pengelolaan aset, pendanaan transisi energi, serta infrastruktur digital,” ujar Rosan melalui unggahan Instagram @rosanroeslani pada Rabu, 14 Mei 2025. Untuk memahami lebih jauh potensi kolaborasi ini, mari kita telusuri profil BlackRock.
Profil BlackRock
Berdasarkan situs resminya, BlackRock didirikan pada tahun 1988 oleh delapan individu: Larry Fink, Barbara Novick, Robert S. Kapito, Ben Golub, Susan Wagner, Hugh Frater, Ralph Schlosstein, dan Keith Anderson. Mereka memiliki visi bersama untuk menyediakan layanan manajemen aset yang berfokus pada manajemen risiko bagi kliennya.
Pada tahun 1999, BlackRock meluncurkan Aladdin, sebuah platform manajemen investasi terintegrasi. Platform ini menggabungkan analisis risiko, perdagangan, manajemen portofolio, dan alat operasional dalam satu sistem, memberikan klien wawasan yang lebih komprehensif untuk pengambilan keputusan bisnis.
Di tahun yang sama, BlackRock melakukan penawaran umum perdana (IPO) di Bursa Efek New York pada 1 Oktober, dengan harga saham US$ 14 per lembar. Pada akhir tahun tersebut, perusahaan telah mengelola aset (AUM) senilai US$ 165 miliar.
Tahun 2000 menandai peluncuran BlackRock Solutions, yang menjadikan Aladdin sebagai tulang punggung operasinya. Akuisisi Merrill Lynch Investment Management pada 2006 dan Barclays Global Investors (BGI) pada 2009 mengukuhkan posisi BlackRock sebagai pengelola aset terbesar dunia, dengan jangkauan global di 24 negara.
Mulai tahun 2012, BlackRock memperkenalkan iShares Core untuk memberikan investor akses mudah ke pasar saham dan obligasi. Pada 2018, perusahaan meluncurkan Lab AI di Palo Alto, California, dan setahun kemudian mengakuisisi eFront, penyedia perangkat lunak manajemen investasi.
Total Aset Kelolaan Mencapai US$ 11,6 Triliun pada 2024
BlackRock melaporkan total aset yang dikelola mencapai US$ 11,6 triliun pada tahun buku 2024, atau sekitar Rp 190,414 triliun (dengan asumsi kurs Rp 16.000 per dolar AS). Pencapaian ini didukung oleh arus masuk bersih rekor sebesar US$ 641 miliar sepanjang tahun 2024.
“Pendapatan tahunan kami melampaui US$ 20 miliar, meningkat 14 persen dari tahun 2023. Pertumbuhan pendapatan operasional yang disesuaikan mencapai 23 persen, dengan margin terdepan di industri kami sebesar 44,5 persen, naik 280 basis poin,” ungkap Laurence D. Fink, Ketua dan CEO BlackRock, dalam keterangan pers di New York pada Rabu, 15 Januari 2025.
Selain Laurence Fink, jajaran eksekutif BlackRock termasuk Presiden Rob Kapito, Kepala Global Pengelolaan Investasi Joud Abdel Majeid, Kepala Asia Pasifik Susan Chan, Kepala Global Bisnis Klien Aladdin Tarek Chouman, Chief Investment Officer (CIO) Exchange-Traded Fund (ETF) dan Indeks Investasi Samara Cohen, dan Chief Product Officer Stephen Cohen.
Kemudian, Kepala Bisnis Klien AS merangkap Kepala Bersama Penasihat Kekayaan AS Joe DeVico, Chief Risk Officer merangkap Kepala Kelompok Risiko dan Analisis Kuantitatif Ed Fishwick, Kepala Global Grup Investor Keuangan dan Strategis Charles Hatami, Kepala Sumber Daya Manusia (SDM) Global Caroline Heller, dan Wakil Ketua Philipp Hildebrand.
Selanjutnya, Kepala Urusan Perusahaan Global John Kelly, Kepala Kelompok Manajemen Portofolio J. Richard Kushel, Kepala Internasional Rachel Lord, Chief Legal Officer Chris Meade, Kepala Pasar Global dan Indeks Investasi BlackRock Manish Mehta, Kepala Global Aladdin Sudhir Nair, dan Ketua dan CEO Global Infrastructure Partners Adebayo Ogunlesi.
Juga termasuk Presiden dan CEO Global Infrastructure Partners Raj Rao, CIO of Global Fixed Income Rick Rieder, Kepala Global BlackRock Systematic Raffaele Savi, Chief Financial Officer (CFO) Martin Small, dan Kepala Global Teknologi dan Operasi Derek Stein.
Pilihan Editor: Danantara Menunda RUPS BUMN. Apa Risikonya?